Bagi pengunjung Echizen yang ingin merasakan cara hidup tradisional Kota Echizen, bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti program yang ditawarkan oleh Echizen Lifestyles of Health and Sustainability (LOHAS) di situs resmi mereka, sebagai bagian dari inisiatif wisata berkelanjutan kota Echizen. Di situs resmi ini, pengunjung dapat memilih berbagai program seperti pembuatan mochi dan soba, berjalan-jalan di hutan dan alam sekitar, atau bahkan belajar menunggang kuda.
Saya diberi kesempatan untuk tinggal di rumah pertanian di Kota Imadate, Kota Echizen, milik pasangan suami-istri paruh baya, Tuan dan Nyonya Toshiharu Kato. Setibanya di sana, saya disambut oleh dua wajah ramah yang sepertinya sangat ingin ada pengunjung yang datang menjelajahi bagian terpencil kota Echizen ini. Rumah mereka adalah sebuah rumah besar dengan dua lantai yang berlantaikan tatami, serta dipisahkan oleh shōji (pintu geser) dan berisi berbagai barang antik yang dikumpulkan oleh pasangan itu. Ruang menginap bagi tamu ada di lantai dua, sebuah kamar luas yang memiliki fasilitas dasar dan pemandangan pedesaan di pegunungan fantastis yang dimiliki Imadate.
Liburan saya di sana dimulai dengan membantu Tuan dan Nyonya Kato memanen sayuran yang mereka tanam sendiri. Di ladang Tuan dan Nyonya Kato ada berbagai sayuran seperti isunsodamame (edamame versi lebih besar), negi (daun bawang) dan zucchini, semuanya organik dan bahkan bisa langsung dimakan, walaupun rasanya sedikit mentah. Saya menghabiskan sebagian besar waktu di ladang memotong sayuran dan Nyonya Kato mengumpulkan sebagian sayuran tersebut untuk digunakan dalam hidangan makan malam kami. Tuan Kato kemudian memperkenalkan cara tradisional memasak nasi ketika dia masih muda, yakni di atas api arang / kayu. Dia menjelaskan bahwa nasi yang dimasak dengan cara ini biasanya lebih harum, sebuah hasil yang tidak bisa diperoleh jika menggunakan kompor gas atau listrik.
Saat makan malam, Tuan dan Nyonya Kato mengatakan kalau mereka dengan senang hati akan menyambut setiap pengunjung yang ingin menginap di rumah pedesaan kecil mereka kapan pun pengunjung tersebut ingin datang. Karena mereka senang bisa bertemu dengan orang-orang baru dan ingin memperkenalkan kepada para wisatawan cara hidup yang lebih sederhana, kehidupan yang berjalan lebih lambat tapi bahagia, yang jauh berbeda dari kehidupan yang serba tergantung dengan teknologi yang kita jalani saat ini. Sungguh menyenangkan bisa menikmati hidangan buatan sendiri dengan mereka berdua dan mendengarkan beberapa lelucon lucu yang dibuat Tuan Kato, meskipun ada sedikit kendala bahasa. Tuan Kato juga suka sekali membuat soba -- dia bahkan memiliki sebuah bangunan kecil untuk membuat soba-nya sendiri tak jauh dari rumahnya, di mana gilingan, meja, dan konehachi (mangkuk pengaduk soba) berusia 20 tahun disimpan.
Keesokan harinya, saya menemani Tuan Kato untuk berburu rebung sebelum sarapan, di dalam area berpagar yang terletak di atas bukit. Pagar-pagar tersebut dibuat untuk mencegah masuknya babi hutan. Karena Bahasa Jepang saya buruk, saya berusaha sebaik mungkin untuk bisa menangkap kosa kata kunci yang diucapkan Tuan Kato. Tapi saya butuh waktu untuk memahami apa yang harus saya lakukan: hanya memangkas yang kecil, sekitar 10-15 sentimeter, karena itu adalah rebung yang cukup empuk untuk dimakan. Setelah menyelesaikan tugas itu, kami lalu menyantap sarapan yang telah disiapkan oleh Ny. Kato, sebelum Tuan Kato mengantar saya kembali ke fasilitas utama LOHAS. Setelah saya mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal, saya kembali ke Stasiun Takefu. Saat saya melihat Tuan Kato menatap saya dari kejauhan, saya berpikir mungkin dia sudah tidak sabar ingin berbagi kehidupan pedesaan ke pengunjung yang berikutnya.