Perjalanan menyusuri Memory Lane: Omoide Yokocho Shinjuku (Foto: )

Omoide Yokocho di Shinjuku

Tempat makan pasca perang di "Memory Lane" Tokyo

Perjalanan menyusuri Memory Lane: Omoide Yokocho Shinjuku (Foto: )
Novia Mardasari   - 4 min read

Yoji biasanya datang ke sini setelah perang, pada awal 1950-an. “Saat itu saya masih muda,” katanya. “Saya baru saja memulai pekerjaan pertama saya.” Omoide Yokocho, yang dikenal dengan nama "Memory Lane" alias "Jalan Kenangan", adalah sebuah kerumunan padat yang terdiri dari sekitar enam puluh bar dan restoran kecil yang dihubungkan oleh gang-gang yang cukup lebar untuk dilewati oleh dua orang. Udaranya pekat dengan asap, yang mengepul dari jendela yang terbuka saat yakitori dipanggang. “Entah kenapa masih terasa sama,” kata Yoji. "Bisakah kita makan?" Tentu bisa, dan setelah yakitori serta mugi shochu dipesan, Yoji duduk kembali dan mulai bercerita tentang masa lalu Shinjuku saat Era Showa.

Meskipun namanya modern, "Memory Lane" memiliki akar asli yang berasal dari Tokyo pasca perang tahun 1940-an, yang pada waktu itu merupakan lokasi bagi pedagang kaki lima dan pedagang pasar gelap. Saat area tersebut berkembang menjadi tempat minum, struktur yang lebih permanen mulai terbentuk, sering kali dipisahkan hanya dengan satu panel kayu. Struktur ini bertahan hingga 1999, ketika api menghancurkan daerah tersebut dan labirin harus dibangun kembali. Bersamaan dengan itu muncullah nama "Memory Lane" yang baru dan lebih sopan.

Mudah untuk mengakses Omoide Yokocho. Keluarlah dari pintu keluar timur Stasiun JR Shinjuku dan berjalanlah di sepanjang sisi kiri, menuju layar video Studio Alta yang besar. Sebelum mencapai jalan, Anda akan melihat jalan untuk pejalan kaki di sebelah kiri Anda. Ikuti jalan ini, dan Anda akan tiba di mulut gua, yang dapat dikenali dari tanda-tanda neon hijau di atas gang-gang. Situs web Omoide Yokocho memiliki peta yang sangat berguna yang mencantumkan setiap kedai berdasarkan nomor.

Rekomendasi pertama saya adalah pergi pada malam hari. Ini mungkin terdengar jelas, tetapi pengunjung ke Tokyo memiliki jadwal yang berbeda dan beberapa mungkin mencari makan siang. Berhati-hatilah, tidak semuanya buka pada siang hari dan Anda tidak akan menemukan suasana yang menjadikan tempat ini tak terlupakan. Kedua, jangan segan-segan. Pasir dan kotoran, bersama dengan asap dan kebisingan, adalah bagian dari pesonanya. Jika Anda mencari keanggunan bersantap, simpanlah untuk hari berikutnya. Untuk saat ini, bersantailah dan rileks, dan bertindak seolah-olah pembagian makan masa perang baru saja berakhir.

Sake disebut juga nihonshu yang merupakan minuman paling terkenal di Jepang, dan Daikokuya (nomor 11 di peta) memiliki lebih dari 150 jenis minuman berbeda dari seluruh Jepang. Ketika saya berkunjung, orang lokal yang berbicara Bahasa Inggris merekomendasikan sake yang manis. Mama-san (pemilik), yang tidak bisa Bahasa Inggris, memilihkan sesuatu yang spesial untuk kami. Kami menyantap ikan bakar, yakitori, dan tempura yang merupakan sesuatu yang istimewa, karena disajikan dengan ikan yang lumer di mulut yang disebut "kiss".

Hingga kebakaran tahun 1999, belum ada WC umum yang melayani pelanggan. Saat ini, semua bangunan memiliki kemudahannya sendiri, tetapi jika Anda membutuhkan layanan toilet umum maka Anda akan menemukannya di dekat gang tengah (lihat peta). Anda mungkin harus melangkahi seorang pria yang terpuruk di tanah, tetapi jangan khawatir, dia akan cukup sadar pada waktunya untuk naik kereta terakhir pulang -- sekarang mengerti kan apa maksud saya soal atmosfer?

Kembali ke tahun 1940-an, daerah ini terkenal dengan perdagangan organ hewan, dengan hati dan usus yang dijual dari gerobak terbuka. Tenang, ada undang-undang kebersihan makanan yang berlaku saat ini, tetapi para petualang mungkin ingin mencoba Asadachi (nomor 20 di peta) untuk daging kuda dan penyu cangkang lunak China yang dibudidayakan.

Rekomendasi terbaik yang bisa saya berikan adalah berjalan melalui semua gang terlebih dahulu untuk menyerap suasana. Lihatlah sekeliling dan lihat apa yang terlihat bagus. Banyak toko memiliki menu Bahasa Inggris, tetapi jangan biarkan ini menjadi satu-satunya faktor dalam keputusan akhir Anda. Yang terpenting, nikmati saja diri Anda sendiri. Omoide Yokocho mungkin merupakan jalan kenangan, tetapi seperti yang dikatakan Yoji tentang tahun 1950-an, ada juga petunjuk bahwa yang terbaik masih akan datang.

Novia Mardasari

Novia Mardasari @novia.mardasari

From Indonesian. Always has reason to visit Japan every year. I'm particularly fond of exploring off the gardens, tea houses, unique dessert, place with good view for enjoy the tea hahaI love learn new things and travelling. My life goal is to learn as many languages as possible! (and visit so ma...